Bukan Sekedar Cincin




Dulu waktu masih semester 2, masih unyu-unyu. Alhamdulillah dapat tawaran untuk kasih privat anak SMP Al Hikmah Surabaya. Sebelum menerima tawaran privat, aku minta izin kepada orang tua kalau mau kuliah sambil ngelesi. Alhamdulillah dapat izin selama tidak menganggu aktivitas kuliah. Waktu itu, aku menawarkan juga ke temanku karena kebetulan ibunya minta anaknya dilesi matematika dan IPA . Jika saat ulangan hampir semua mapel. Jadilah aku bekerja sama dengan temanku. Aku bagian yang mengajari "matematika dan fisika" dan waktu ulangan mapel yang diajari dibagi jadi 2. Mungkin sekarang adiknya sudah lulus kuliah. Setiap hari Senin dan Kamis bada Maghrib aku kayuh sepedaku menuju Kebon Sari. Aku mengajarnya selama 1,5 jam. Jadi, pulang sampai di asrama (kos-kosan) sekitar jam setengah 9 malam.

Nah, aku ingat banget pas akhir bulan aku dapat gaji pertama *ciyee*. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan hasil keringat mencari sesuap nasi. *Lebay*. Pas ditanya bayarannya berapa, aku bilang terserah ibunya mau kasih berapa. Tak kusangka yang namanya rezeqi sudah diatur Allah. Dengan gaji pertamaku dan hasil tabungan saku dari orang tua selama kuliah, aku berpikir sederhana banget. Aku ingin membeli sesuatu yang tidak cepat habis dan jika ada kepentingan mendesak bisa digunakan. Aku berpikirnya investasi yang bagus sepertinya perhiasan. Dengan budget seadanya berangkatlah aku sendiri ke toko perhiasan daerah Bangil.

Tak kusangka, pilihan model cincin yang kupilih malah banyak dikomentari orang bahwa aku dibilang sudah lamaranlah, tunanganlah, sampai nikah. Waduh. Tapi, aku sih biasa aja mendengar komentar orang karena cincin itu bagiku hasil perjuangan. Aku tetap aja memakainya bertahun-tahun karena aku pikir cincin itu menjadi kenangan yang bisa mengingatkanku untuk menghargai sebuah proses bagaimana mencari nafkah. Hingga suatu ketika beberapa bulan yang lalu, ada lagi yang berkomentar "seperti itu". Koc ya waktu nonton acara TV, ada wacana tentang cincin pernikahan jadinya aku pun bercerita pada umik. Kenapa ya mik, aku pakai cincin ini sering dibilang sudah tunangan atau menikah. Aku juga bercerita bagaimana proses dapat cincin itu. Alhasil, aku disuruh melepaskan cincin itu. Hikshiks... *Sedih*. Mau gimana lagi, ridha anak gadis ada pada keridhaan orang tuanya. Dengan berat hati, bye-bye dulu ya cincin kalau sudah ketemu dengan "Partner Of Life" kata umik boleh dipakai lagi.

Nulis beginian jadi kangeeen untuk menshare ilmu lagi. Semoga suatu saat nanti bisa sharing ilmu yang bermanfaat bagi banyak orang. Entah bagaimana jalannya seperti apa, biar Allah yang menunjukkan jalan yang terbaik.

Btw kalau ada yang bilang kita ini dan itu, selama kita tidak melakukan dosa dan tidak melakukan perbuatan buruk sudah tetap "Be Your Self" aja dan ingat ridha Allah ada pada Ridha orang tua ya.

#LatiraStory
#DiaryLatira
#BukanSekedarBukuDiary



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coba lagi

Mengapa Anda Harus Berinvestasi Emas

Fans Idola